PENGERTIAN DAN SEJARAH PERKEMBANGAN KURIKULUM
A.
Secara Etimologi
Secara Etimologis, kurikulum berasal dari bahasa
Yunani, yaitu carier yang artinya pelari dan curare yang berarti tempat
berpacu. Jadi, istilah kurikulum berasal dari dunia olah raga pada zaman Romawi Kuno di Yunani, yang
mengandung pengertian suatu jarak yang
harus ditempuh oleh pelari dari garis start sampai garis finish.
Dalam bahasa Arab, kata kurikulum biasa diungkapkan
dengan manhaj yang berarti jalan yang dilalui oleh manusia pada
berbagai bidang kehidupan. Sedangkan
kurikulum pendidikan (manhaj
al-dirasah) dalam qamus Tarbiyah
adalah seperangkat perencanaan dan media yang dijadikan acuan oleh
lembaga pendidikan dalam mewujudkan
tujuan-tujuan pendidikan.
B.
Pengertian Kurikulum Menurut Para Ahli
Setelah
kami memaparkan pengertian kurikulum secara etimologi. Maka kami menerangkan
secara terminologi atau biasa disebut dengan pengertian secara istilah. Pengertian Kurikulum menurut para
ahli inilah pengertian kurikulum secara Terminologi. Sebenarnya sangat banyak
sekali para ahli pendidikan yang mendifinisikan tetntang kurikulum. Namun kami
hanya memaparkan beberapa saja, diantaranya adalah sebagai berikut :Kurikulum adalah Rancangan Pengajaran atau sejumlah
mata pelajaran yang disusun secara sistematis untuk menyelesaikan suatu program
untuk memperoleh ijazah. (Crow and Crow).
Kurikulum adalah kelompok
pengajaran yang sistematik atau urutan subjek yang dipersyaratkan untuk lulus
atau sertifikasi dalam pelajaran mayor, misalnya kurikulum pelajaran sosial,
kurikulum pendidikan fisika (Carter V. Good dalam Oliva, 191:6)
Kurikulum adalah seluruh pengalaman siswa di bawah bimbingan guru ( Hollis
L. Caswell and Doak S. Campbell dalam Oliva, 1991:6)
Kurikulum adalah sebagai sebuah perencanaan untuk memperbaiki seperangkat
pembelajaran untuk seseorang agar menjadi terdidik (J. Galen Saylor, William M.
Alexander, and arthur J. Lewis dalam Oliva 1991:6)
Kurikulum pada umumnya berisi pernyataan tujuan dan tujuan khusus,
menunjukkan seleksi dan organisasi konten, mengimplikasikan dan meanifestasikan
pola belajar mengajar tertentu, karena tujuan menuntut mereka atau karena
organisasi konten mempersyaratkannya. Pada akhirnya, termasuk di dalamnya
program evaluasi outcome (Hilda Taba dalam Oliva, 1991:6)
Kurikulum sekolah adalah konten dan proses formal maupun non formal di mana
pebelajar memperoleh pengetahuan dan pemahaman, perkembangan skil, perubahan
tingkah laku, apresiasi, dan nilai-nilai di bawah bantuan sekolah (Ronald C.
Doll dalam Oliva, 1991:7)
Kurikulum adalah rekonstruksi dari pengetahuan dan pengalaman secara
sistematik yang dikembangkan sekolah (atau perguruan tinggi), agar dapat
pebelajar meningkatkan pengetahuan dan pengalamannnya (Danniel Tanner and
Laurel N. Tanner dalam Oliva, 1991:7)
Kurikulum dalam program pendidikan dibagi menjadi empat elemen yaitu
program belajar, program pengalaman, program pelayanan, dan kurikulum
tersembunyi (Abert I. Oliver dalam Oliva, 1991:7)
Kurikulum mengandung konten (suject matter), pernyataan tujuan (terminal
objective), urutan konten, pre-asesmen dari entri skil yang dipersyaratkan pada
siswa ketika mulai belajar konten (Roert M. Gagne dalam Oliva, 1991:7)
Kurikulum adalah sejumlah pengalaman pendidikan
kebudayaan, sosial, olahraga, dan kesenian yang disediakan oleh sekolah bagi
murid-murid di dalam dan di luar sekolah dengan maksud menolongnya untuk
berkembang menyeluruh dalam segala segi dan merubah tingkah laku mereka sesuai
dengan tujuan-tujuan pendidikan. (Dr. Addamardasyi dan Dr. Munir Kamil)
Dari definisi di atas dapat kita simpulkan bahwa
kurikulum itu mempunyai empat unsur utama, yaitu:
1. Tujuan-tujuan yang ingin dicapai oleh pendidikan itu.
Dengan lebih tegas lagi orang yang bagaimana ingin kita bentuk melalui
kurikulum.
2. Pengetahuan (knowledge), informasi-informasi,
data-data, aktivitas-aktivitas dan pengalaman-pengalaman sehinggat terbentuk
kurikulum tersebut. Bagian inilah yang biasa disebut mata pelajaran. Bagian ini
pulalah yang dimasukkn dalam silabus.
3. Metoda dan cara-cara mengajar yang dipakai oleh
guru-guru untuk mengajar dan mendorong murid-murid belajar dan membawa mereka
ke arah yang dikehendaki oleh kurikulum.
4. Metode dan cara penilain yang dipergunakan dalam
mengukur dan menilai kurikulum dan hasil proses pendidikan yang direncanakan
dalam kurikulum seperti ulangan dan ujian-ujian yang ada di sekolah.
C.
Komponen Kurikulum
Para ahli berbeda pendapat dalam
menetapkan komponen-komponen kurikulum. Ada yang mengemukakan 5 komponen
kurikulum dan ada yang mengemukakan hanya 4 komponen kurikulum. Untuk
mengetahui pendapat para ahli mengenai komponen kurikulum berikut Subandiyah
(1993: 4-6) mengemukakan ada 5 komponen kurikulum, yaitu: (1) komponen tujuan;
(2) komponen isi/materi; (3) komponen media (sarana dan prasarana); (4)
komponen strategi dan; (5) komponen proses belajar mengajar
Sementara Soemanto (1982)
mengemukakan ada 4 komponen kurikulum, yaitu: (1) Objective (tujuan); (2)
Knowledges (isi atau materi); (3) School learning experiences (interaksi
belajar mengajar di sekolah) dan; (4) Evaluation (penilaian). Pendapat tersebut
diikuti oleh Nasution (1988), Fuaduddin dan Karya (1992), serta Nana Sudjana
(1991: 21). Walaupun istilah komponen yang dikemukakan berbeda, namun pada
intinya sama yakni: (1) Tujuan; (2) Isi dan struktur kurikulum; (3) Strategi
pelaksanaan PBM (Proses Belajar Mengajar), dan: (4) Evaluasi
D.
Fungsu Kurikulum
Kurikulum dalam pendidikan
memiliki beberapa fungsi sebagai berikut
1. Fungsi
kurikulum dalam rangka mencapai tujuan pendididkan Fungsi kurikulum dalam
pendidikan tidak lain merupakan alat untuk mencapai tujuan pendididkan.dalam
hal ini, alat untuk menempa manusia yang diharapkan sesuai dengan tujuan yang
diharapkan. Pendidikan suatu bangsa dengan bangsa lain tidak akan sama karena
setiap bangsa dan Negara mempunyai filsafat dan tujuan pendidikan tertentu yang
dipengaruhi oleh berbagai segi, baik segi agama, idiologi, kebudayaan, maupun kebutuhan
Negara itu sendiri. Dengan demikian, dinegara kita tidak sama dengan
Negara-negara lain, untuk itu, maka :
a) Kurikulum
merupakan alat untuk mencapai tujuan pendidikan nasional
b) Kuriulum
merupakan program yang harus dilaksanakan oleh guru dan murid dalam proses
belajar mengajar, guna mencapai tujuan-tujuan itu
c) Kurikulum merupakan
pedoman guru dan siswa agar terlaksana proses belajar mengajar dengan baik
dalam rangka mencapai tujuan pendidikan.
2. Fungsi Kurikulum Bagi Sekolah yang Bersangkutan Kurikulum Bagi
Sekolah yang Bersangkutan mempunyai fungsi sebagai berikut :
a)
Sebagai alat mencapai tujuan pendidikan yang diinginkan
b)
Sebagai pedoman mengatur segala kegiatan sehari-hari di sekolah
tersebut, fungsi ini meliputi :
1)
Jenis program pendidikan yang harus dilaksanakan
2)
Cara menyelenggarakan setiap jenis program pendidikan
3)
Orang yang bertanggung jawab dan melaksanakan program pendidikan.
c)
Fungsi kurikulum yang ada di atasnya:
1) Fungsi Kesinambungan Sekolah pada tingkat atasnya harus mengetahui
kurikulum yang dipergunakan pada tingkat bawahnya sehingga dapat menyesuaikan
kurikulm yang diselenggarakannya.
2) Fungsi Peniapan Tenaga Bilamana sekolah tertentu diberi wewenang
mempersiapkan tenaga guru bagi sekolah yang memerlukan tenaga guru tadi, baik
mengenai isi, organisasi, maupun cara mengajar.
3. Fungsi Kurikulum Bagi Guru Guru tidak hanya berfungsi sebagai
pelaksana kurikulum sesuai dengan kurikulum yang berlaku, tetapi juga sebagai
pengembanga kurikulum dalam rangaka pelaksanaan kurikulum tersebut.
4. Fungsi Kurikulum Bagi Kepala Sekolah Bagi kepala sekolah,
kurikulum merupakan barometer atau alat pengukur keberhasilan program
pendidikan di sekolah yang dipimpinnya. Kepala sekolah dituntut untuk menguasai
dan mengontrol, apakah kcegiatan proses pendidikan yang dilaksanakan itu
berpijak pada kurikulum yang berlaku.
5.
Fungsi Kurikulum Bagi Pengawas (supervisor) Bagi para pengawas,
fungsi kurikulum dapat dijadikan sebagai pedoman, patokan, atau ukuran dan
menetapkan bagaimana yang memerlukan penyempurnaan atau perbaikan dalam usaha
pelaksanaan kurikulum dan peningkatan mutu pendidikan.
6. Fungsi Kurikulum Bagi Masyarakat Melalui kurikulum sekolah yang
bersangkutan, masyarakat bisa mengetahui apakah pengetahuan, sikap, dan
nilaiserta keterampilan yang dibutuhkannya relevan atau tidak dengan kuri-kulum
suatu sekolah.
7. Fungsi Kurikulum Bagi Pemakai Lulusan Instansi atau perusahaan
yang memper-gunakan tenaga kerja yang baik dalamarti kuantitas dan kualitas
agar dapat meningkatkan produk-tivitas.
E.
Prinsip-Prinsip Pengembangan Kurikulum
1.
Prinsip Relevansi
Ada
dua macam relavansi internal dan relevansi eksternal. Relevansi internal adalah
bahwa setiap kurikulum harus memiliki keserasian antara komponen-komponennya,
yaitu keserasian antara tujuan yang harus dicapai, isi, materi atau pengalaman
belajar yang harus dimiliki siswa, strategi atau metode yang digunakan serta
alat penilaian untuk melihat ketercapaian tujuan. Relevansi internal ini
menunjukkan keutuhan suatu kurikulum. Kurikulum eksternal berkaitan dengan
keserasian antara tujuan, isi dan proses belajar siswa yang tercakup dalam
kurikulum dengan kebutuhan dan tuntutan masyarakat.
2.
Prinsip Fleksibelitas
Kurikulum
itu harus bisa dilaksanakan sesuai dengan kondisi yang ada. Kurikulum yang kaku
tidak fleksibel akan sulit diterapkan
3.
Prinsip Kontinuitas
Prinsip
ini mengandung arti bahwa perlu dijaga saling keterkaitan dan berkesinambungan
antara materi pada berbagai jenjang dan jenis program pendidikan
4.
Prinsip Efektifitas
Prinsip
efektifitas berkenaan dengan rencana dalam suatu kurikulum dapat dilaksanakan
dan tepat dicapai dalam kegiatan belajar mengajar. Terdapat dua efektifitas
dalam suatu pengembangan kurikulum. Pertama, efektifitas yang berhubungan
dengan guru dalam melaksanakan tugas mengimplementasikan kurikulum di kelas.
Kedua, efektifitas kegiatan siswa dalam melaksanakan kegiatan belajar.
5.
Prinsip Efisiensi
Prinsip
efisiensi berhubungan dengan perbandingan antara tenaga, waktu dan suara, serta
biaya yang dikeluarkan dengan hasil yang diperoleh.
Dalam
perjalanan sejarah sejak tahun 1945, kurikulum pendidikan nasional telah
mengalami perubahan, yaitu pada tahun 1947, 1952, 1964, 1968, 1975, 1984, 1994,
2004, dan yang sekarang 2006. Perubahan tersebut merupakan konsekuensi logis
dari terjadinya perubahan sistem politik, sosial budaya, ekonomi, dan iptek
dalam masyarakat berbangsa dan bernegara. Sebab, kurikulum sebagai seperangkat
rencana pendidikan perlu dikembangkan secara dinamis sesuai dengan tuntutan dan
perubahan yang terjadi di masyarakat. Semua kurikulum nasional dirancang
berdasarkan landasan yang sama, yaitu Pancasila dan UUD 1945. Perbedaanya pada
penekanan pokok dari tujuan pendidikan serta pendekatan dalam
merealisasikannya.
Perubahan
kurikulum tersebut tentu disertai dengan tujuan pendidikan yang berbeda-beda, karena
dalam setiap perubahan tersebut ada suatu tujuan tertentu yang ingin dicapai
untuk memajukan pendidikan nasional kita. Perubahan kurikulum di dunia
pendidikan Indonesia beserta tujuan yang ingin dicapai dapat diuraikan sebagai
berikut:
1.
Kurikulum 1947
Kurikulum pertama pada masa kemerdekaan namanya
Rencana Pelajaran 1947. Ketika itu penyebutannya lebih populer menggunakan leer
plan (rencana pelajaran) ketimbang istilah curriculum dalam bahasa Inggris.
Rencana Pelajaran 1947 bersifat politis, yang tidak mau lagi melihat dunia
pendidikan masih menerapkan kurikulum Belanda, yang orientasi pendidikan dan
pengajarannya ditujukan untuk kepentingan kolonialis Belanda. Asas pendidikan
ditetapkan Pancasila. Situasi perpolitikan dengan gejolak perang revolusi, maka
Rencana Pelajaran 1947, baru diterapkan pada tahun 1950. Oleh karena itu
Rencana Pelajaran 1947 sering juga disebut kurikulum 1950. Susunan Rencana
Pelajaran 1947 sangat sederhana, hanya memuat dua hal pokok, yaitu daftar mata
pelajaran dan jam pengajarannya, serta garis-garis besar pengajarannya.
Rencana Pelajaran 1947 lebih mengutamakan pendidikan
watak, kesadaran bernegara, dan bermasyarakat, daripada pendidikan pikiran.
Materi pelajaran dihubungkan dengan kejadian sehari-hari, perhatian terhadap
kesenian, dan pendidikan jasmani. Mata pelajaran untuk tingkat Sekolah Rakyat
ada 16, khusus di Jawa, Sunda, dan Madura diberikan bahasa daerah. Daftar
pelajarannya adalah Bahasa Indonesia, Bahasa Daerah, Berhitung, Ilmu Alam, Ilmu
Hayat, Ilmu Bumi, Sejarah, Menggambar, Menulis, Seni Suara, Pekerjaan Tangan,
Pekerjaan Keputrian, Gerak Badan, Kebersihan dan Kesehatan, Didikan Budi
Pekerti, dan Pendidikan Agama. Pada awalnya pelajaran agama diberikan mulai
kelas IV, namun sejak 1951 agama juga diajarkan sejak kelas 1.
Garis-garis besar pengajaran pada saat itu menekankan
pada cara guru mengajar dan cara murid mempelajari. Misalnya, pelajaran bahasa
mengajarkan bagaimana cara bercakap-cakap, membaca, dan menulis. Ilmu Alam
mengajarkan bagaimana proses kejadian sehari-hari, bagaimana mempergunakan
berbagai perkakas sederhana (pompa, timbangan, manfaat bes berani), dan
menyelidiki berbagai peristiwa sehari-hari, misalnya mengapa lokomotif diisi
air dan kayu, mengapa nelayan melaut pada malam hari, dan bagaimana menyambung
kabel listrik. Pada perkembangannya, rencana pelajaran lebih dirinci lagi
setiap pelajarannya, yang dikenal dengan istilah Rencana Pelajaran Terurai
1952. “Silabus mata pelajarannya jelas sekali. Seorang guru mengajar satu mata
pelajaran”. Pada masa itu juga dibentuk Kelas Masyarakat yaitu sekolah khusus
bagi lulusan SR 6 tahun yang tidak melanjutkan ke SMP. Kelas masyarakat
mengajarkan keterampilan, seperti pertanian, pertukangan, dan perikanan.
Tujuannya agar anak tak mampu sekolah ke jenjang SMP, bisa langsung bekerja.
2.
Kurikulum 1952
Setelah Rentjana Pelajaran 1947, pada tahun 1952
kurikulum di Indonesia mengalami penyempurnaan. Pada tahun 1952 ini diberi nama
Rentjana Pelajaran Terurai 1952. Kurikulum ini sudah mengarah pada suatu sistem
pendidikan nasional. Yang paling menonjol dan sekaligus ciri dari kurikulum
1952 ini bahwa setiap rencana pelajaran harus memperhatikan isi pelajaran yang
dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari. Di penghujung era Presiden Soekarno,
muncul Rencana Pendidikan 1964 atau Kurikulum 1964. Fokusnya pada pengembangan
daya cipta, rasa, karsa, karya, dan moral (Pancawardhana). Mata pelajaran
diklasifikasikan dalam lima kelompok bidang studi: moral, kecerdasan,
emosional/artistik, keprigelan (keterampilan), dan jasmaniah. Pendidikan dasar
lebih menekankan pada pengetahuan dan kegiatan fungsional praktis.
3.
Kurikulum 1964
Usai tahun 1952, menjelang tahun 1964, pemerintah
kembali menyempurnakan sistem kurikulum di Indonesia. Kali ini diberi nama
Rentjana Pendidikan 1964. Pokok-pokok pikiran kurikulum 1964 yang menjadi ciri
dari kurikulum ini adalah bahwa pemerintah mempunyai keinginan agar rakyat
mendapat pengetahuan akademik untuk pembekalan pada jenjang SD, sehingga
pembelajaran dipusatkan pada program Pancawardhana yang meliputi pengembangan
daya cipta, rasa, karsa, karya, dan moral. Mata pelajaran diklasifikasikan
dalam lima kelompok bidang studi: moral, kecerdasan, emosional/artistik,
keprigelan (keterampilan), dan jasmani. Pendidikan dasar lebih menekankan pada
pengetahuan dan kegiatan fungsional praktis.
4.
Kurikulum 1968
Kurikulum 1968 merupakan pembaharuan dari Kurikulum
1964, yaitu dilakukannya perubahan struktur kurikulum pendidikan dari
Pancawardhana menjadi pembinaan jiwa pancasila, pengetahuan dasar, dan
kecakapan khusus. Kurikulum 1968 merupakan perwujudan dari perubahan orientasi
pada pelaksanaan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.
Dari segi tujuan pendidikan, Kurikulum 1968 bertujuan
bahwa pendidikan ditekankan pada upaya untuk membentuk manusia Pancasila
sejati, kuat, dan sehat jasmani, mempertinggi kecerdasan dan keterampilan
jasmani, moral, budi pekerti, dan keyakinan beragama. Isi pendidikan diarahkan
pada kegiatan mempertinggi kecerdasan dan keterampilan, serta mengembangkan
fisik yang sehat dan kuat.
5.
Kurikulum 1975
Kurikulum 1975 menekankan pada tujuan, agar pendidikan
lebih efisien dan efektif. “Yang melatarbelakangi adalah pengaruh konsep di
bidang manejemen, yaitu MBO (management by objective) yang terkenal saat itu.
Metode, materi, dan tujuan pengajaran dirinci dalam Prosedur Pengembangan
Sistem Instruksional (PPSI). Zaman ini dikenal istilah “satuan pelajaran”,
yaitu rencana pelajaran setiap satuan bahasan. Setiap satuan pelajaran dirinci
lagi: petunjuk umum, tujuan instruksional khusus (TIK), materi pelajaran, alat
pelajaran, kegiatan belajar-mengajar, dan evaluasi. Kurikulum 1975 banyak
dikritik. Guru dibikin sibuk menulis rincian apa yang akan dicapai dari setiap
kegiatan pembelajaran.
Pada tahun ini pengajaran matematika modern resminya
dimulai. Model pembelajaran matematika modern ini muncul karena adanya kemajuan
teknologi. Di Amerika Serikat perasaan adanya kekurangan orang-orang yang mampu
menangani senjata, rudal dan roket sangat sedikit, mendorong munculnya
pembaharuan pembelajaran matematika.
W. Brownell mengemukakan bahwa belajar matematika
harus merupakan belajar bermakna dan berpengertian. Teori Gestalt yang muncul
sekitar tahun 1930, dimana Gestalt menengaskan bahwa latihan hafal adalah
sangat penting dalam pengajaran namun diterapkan setelah tertanam pengertian
pada siswa.
Dua hal tersebut di atas memperngaruhi perkembangan
pembelajaran matematika di Indonesia. Berbagai kelemahan seolah nampak jelas,
pembelajaran kurang menekankan pada pengertian, kurang adanya kontinuitas,
kurang merangsang anak untuk ingin tahu, dan lain sebagainya. Ditambah lagi
masyarakat dihadapkan pada kemajuan teknologi. Akhirnya Pemerintah merancang
program pembelajaran yang dapat menutupi kelemanahn-kelemahan tersebut.
Muncullah kurikulum 1975 dimana matematika saat itu
mempunyai karakteristik sebagai berikut :
a) Membuat topik-topik dan pendekatan baru. Topik-topik
baru yang muncul adalah himpunan, statistik dan probabilitas, relasi, sistem
numerasi kuno, penulisan lambang bilangan non desimal.
b) Pembelajaran lebih menekankan pembelajaran bermakna
dan berpengertian dari pada hafalan dan ketrampilan berhitung.
c)
Program matematika sekolah dasar dan sekolah menengah
lebih kontinyu.
d)
Pengenalan penekanan pembelajaran pada struktur.
e)
Programnya dapat melayani kelompok anak-anak yang kemampuannya
hetrogen.
f)
Menggunakan bahasa yang lebih tepat.
g)
Pusat pengajaran pada murid tidak pada guru.
h) Metode pembelajaran menggunakan meode menemukan,
memecahkan masalah dan teknik diskusi.
i)
Pengajaran matematika lebih hidup dan menarik.
6.
Kurikulum 1984 (Kurikulum CBSA)
Kurikulum
1984 mengusung process skill approach. Meski mengutamakan pendekatan proses,
tapi faktor tujuan tetap penting. Kurikulum ini juga sering disebut “Kurikulum
1975 yang disempurnakan”. Posisi siswa ditempatkan sebagai subjek belajar. Dari
mengamati sesuatu, mengelompokkan, mendiskusikan, hingga melaporkan. Model ini
disebut Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) atau Student Active Leaming (SAL).
Kurikulum
1984 ini berorientasi kepada tujuan instruksional. Didasari oleh pandangan
bahwa pemberian pengalaman belajar kepada siswa dalam waktu belajar yang sangat
terbatas di sekolah harus benar-benar fungsional dan efektif. Oleh karena itu,
sebelum memilih atau menentukan bahan ajar, yang pertama harus dirumuskan
adalah tujuan apa yang harus dicapai siswa.
Pembelajaran
matematika pada era 1980-an merupakan gerakan revolusi matematika. Revolusi ini
diawali oleh kekhawatiran negara maju yang akan disusul oleh negara-negara
terbelakang saat itu, seperti Jerman barat, Jepang, Korea, dan Taiwan. Pengajaran
matematika ditandai oleh beberapa hal yaitu adanya kemajuan teknologi muthakir
seperti kalkulator dan komputer.
Perkembangan
matematika di luar negeri tersebut berpengaruh terhadap matematika dalam
negeri. Di dalam negeri, tahun 1984 pemerintah melaunching kurikulum baru,
yaitu kurikulum tahun 1984. Alasan dalam menerapkan kurikulum baru tersebut
antara lain, adanya sarat materi, perbedaan kemajuan pendidikan antar daerah
dari segi teknologi, adanya perbedaan kesenjangan antara program kurikulum di
satu pihak dan pelaksana sekolah serta kebutuhan lapangan dipihak lain, belum
sesuainya materi kurikulum dengan tarap kemampuan anak didik. Dan, CBSA (cara
belajar siswa aktif) menjadi karakter yang begitu melekat erat dalam kurikulum
tersebut. Dalam kurikulum ini siswa di sekolah dasar diberi materi aritmatika
sosial, sementara untuk siswa sekolah menengah atas diberi materi baru seperti
komputer. Hal lain yang menjadi perhatian dalam kurikulum tersebut.
Langkah-langkah
agar pelaksanaan kurikulum berhasil adalah melakukan hal-hal sebagai berikut :
a)
Guru supaya meningkatkan profesinalisme
b)
Dalam buku paket harus dimasukkan kegiatan yang
menggunakan kalkulator dan computer
c)
Sinkronisasi dan kesinambungan pembelajaran dari
sekolah dasar dan sekolah lanjutan
d)
Pengevaluasian hasil pembelajaran
e)
Prinsip CBSA di pelihara terus
7.
Kurikulum 1994
Kurikulum 1994 dibuat sebagai penyempurnaan kurikulum
1984 dan dilaksanakan sesuai dengan Undang-Undang no. 2 tahun 1989 tentang
Sistem Pendidikan Nasional. Hal ini berdampak pada sistem pembagian waktu
pelajaran, yaitu dengan mengubah dari sistem semester ke sistem caturwulan.
Dengan sistem caturwulan yang pembagiannya dalam satu tahun menjadi tiga tahap
diharapkan dapat memberi kesempatan bagi siswa untuk dapat menerima materi
pelajaran cukup banyak. Tujuan pengajaran menekankan pada pemahaman konsep dan
keterampilan menyelesaikan soal dan pemecahan masalah.
Tahun 90-an kegiatan olimpiade matematika
internasional begitu marak. Sampai tahun 1977 saja sudah 19 kali
diselenggarakan olimpiade matematika internasional. Saat itu Yugoslavia menjadi
tuan rumah pelaksanaan olimpiade, dan yang berhasil mendulang medali adalah
Amerika, Rusia, Inggris, Hongaria, dan Belanda.
Indonesia tidak ketinggalan dalam pentas olimpiade
tersebut namun jarang mendulang medali. Keprihatinan tersebut diperparah dengan
kondisi lulusan yang kurang siap dalam kancah kehidupan. Para lulusan kurang
mampu dalam menyelesaikan problem-problem kehidupan dan lain sebagainya. Dengan
dasar inilah pemerintah berusaha mengembangkan kurikulum baru yang mampu
membekali siswa berkaitan dengan problem-solving kehidupan. Lahirlah kurikulum
tahun 1994.
Dalam kurikulm tahun 1994, pembelajaran matematika
mempunyai karakter yang khas, struktur materi sudah disesuaikan dengan
psikologi perkembangan anak, materi keahlian seperti komputer semakin mendalam,
model-model pembelajaran matematika kehidupan disajikan dalam berbagai pokok
bahasan. Intinya pembelajaran matematika saat itu mengedepankan tekstual materi
namun tidak melupakan hal-hal kontekstual yang berkaitan
dengan materi. Soal cerita menjadi sajian menarik disetiap akhir pokok bahasan,
hal ini diberikan dengan pertimbangan agar siswa mampu menyelesaikan
permasalahan kehidupan yang dihadapi sehari-hari.
8.
Kurikulum 2004 (KBK)
Kurikukum
2004 ini lebih dikenal dengan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Pendidikan
berbasis kompetensi menitikberatkan pada pengembangan kemampuan untuk melakukan
(kompetensi) tugas-tugas tertentu sesuai dengan standar performance yang telah
ditetapkan. Competency Based Education is education geared toward preparing
indivisuals to perform identified competencies (Scharg dalam Hamalik, 2000:
89). Hal ini mengandung arti bahwa pendidikan mengacu pada upaya penyiapan
individu yang mampu melakukan perangkat kompetensi yang telah ditentukan.
Implikasinya adalah perlu dikembangkan suatu kurikulum berbasis kompetensi
sebagai pedoman pembelajaran.
Kurikulum
Berbasis Kompetensi berorientasi pada :
1.
Hasil dan dampak yang diharapkan muncul pada diri
peserta didik melalui serangkaian pengalaman belajar yang bermakna.
2.
Keberagaman yang dapat dimanifestasikan sesuai dengan
kebutuhannya. Tujuan yang ingin dicapai menekankan pada ketercapaian kompetensi
siswa baik secara individual maupun klasikal.
Tahun 2004 pemerintah melaunching kurikulum baru
dengan nama kurikulum berbasis kompetesi. Secara khusus model pembelajaran
matematika dalam kurikulum tersebut mempunyai tujuan antara lain :
a) Melatih cara berfikir dan bernalar dalam menarik
kesimpulan, misalnya melalui kegiatan penyelidikan, eksplorasi, eksperimen,
menunjukkankesamaan, perbedaan, konsistensi dan inkonsistensi
b) Mengembangkan aktifitas kreatif yang melibatkan
imajinasi, intuisi, dan penemuan dengan mengembangkan divergen, orisinil, rasa
ingin tahu, membuat prediksi dan dugaan, serta mencoba-coba.
c)
Mengembangkan kemampuan memecahkan masalah
d) Mengembangkan kemapuan menyampaikan informasi atau
mengkomunikasikan gagasan antara lain melalui pembicaraan lisan, catatan,
grafik, diagram, dalam menjelaskan gagasan.
9.
Kurikulum 2006 (KTSP)
Kurikulum
2006 ini dikenal dengan sebutan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
Awal 2006 ujicoba KBK dihentikan, muncullah KTSP. Tinjauan dari segi isi dan
proses pencapaian target kompetensi pelajaran oleh siswa hingga teknis evaluasi
tidaklah banyak perbedaan dengan Kurikulum 2004. Perbedaan yang paling menonjol
adalah guru lebih diberikan kebebasan untuk merencanakan pembelajaran sesuai
dengan lingkungan dan kondisi siswa serta kondisi sekolah berada. Hal ini
disebabkan karangka dasar (KD), standar kompetensi lulusan (SKL), standar
kompetensi dan kompetensi dasar (SKKD) setiap mata pelajaran untuk setiap satuan
pendidikan telah ditetapkan oleh Departemen Pendidikan Nasional. Jadi
pengambangan perangkat pembelajaran, seperti silabus dan sistem penilaian
merupakan kewenangan satuan pendidikan (sekolah) dibawah koordinasi dan
supervisi pemerintah Kabupaten/Kota.
F.
Asas-asas Kurikulum
a)
Asas Filosofis
Asas
filosofis berkenaan dengan tujuan pendidikan yang sesuai dengan filsafat
negara. Perbedaan filsafat suatu negara menimbulkan implikasi yang berbeda di
dalam merumuskan tujuan pendidikan, menentukan bahan pelajaran dan tata cara
mengajarkan, serta menentukan cara-cara evaluasi yang ditempuh. Apabila
pemerintah bertukar, tujuan pendidikan akan berubah sama sekali. Di Indonesia,
penyusunan, pengembangan, dan pelaksanaan kurikulum harus memperhatikan
Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan Garis-Garis Besar Haluan Negara
sebagai landasan filosofis negara.
Mengapa
filsafat sangat diperlukan dalam dunia pendidikan? Menurut Nasution (2008: 28),
filsafat besar manfaatnya bagi kurikulum, yakni:
1.
Filsafat pendidikan menentukan arah ke mana anak-anak
harus dibimbing. Sekolah ialah suatu lembaga yang didirikan oleh masyarakat
untuk mendidik anak menjadi manusia dan warga negara yang dicita-citakan oleh
masyarakat itu. Jadi, filsafat menentukan tujuan pendidikan.
2.
Filsafat juga menentukan cara dan proses yang harus
dijalankan untuk mencapai tujuan itu.
3.
Filsafat memberikan kebulatan kepada usaha pendidikan,
sehingga tidak lepas-lepas. Dengan demikian terdapat kontinuitas dalam
perkembangan anak.
b)
Asas Psikologi Anak dan Psikologi Belajar
1.
Psikologi Anak
Sekolah didirikan untuk anak, untuk kepentingan anak,
yakni menciptakan situasi-situasi yang memungkinkan anak dapat belajar
mengembangkan bakatnya. Selama berabad-abad, anak tidak dipandang sebagai
manusia yang lain daripada orang dewasa. Hal ini tampak dari kurikulum yang
mengutamakan bahan, sedangkan anak “dipaksa” menyesuaikan diri dengan bahan
tersebut dengan segala kesulitannya. Padahal anak mempunyai kebutuhan sendiri
sesuai dengan perkembangannya. Pada permulaan abad ke -20, anak kian mendapat
perhatian menjadi salah satu asas dalam pengembangan kurikulum. Kemudian
muncullah aliran progresif, yakni kurikulum yang semata-mata didasarkan atas
minat dan perkembangan anak (child centered curiculum). Kurikulum ini dapat
diapandang sebagai reaksi terhadap kurikulum yang diperlukan orang dewasa tanpa
menghiraukan kebutuhan anak.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dlam pengembangan
kurikulum adalah:
·
Anak bukan miniatur orang dewasa
·
Fungsi sekolah di antaranya mengembangkan pribadi anak
seutuhnya.
·
Faktor anak harus benar-benar diperhatikan dalam
pengembangan kurikulum
·
Anak harus menjadi pusat pendidikan/sebagai subjek
belajar dan bukan objek belajar.
·
Tiap anak unik, mempunyai ciri-ciri tersendiri, lain
dari yang lain. Kurikulum hendaknya mempertimbangkan keunikan anak agar ia
sedapat mungkin berkembang sesuai dengan bakatnya.
·
Walaupun tiap anak berbeda dari yang lain, banyak pula
persamaan di antara mereka. Maka sebagian dari kurikulum dapat sama bagi semua.
2.
Psikologi Belajar
Pendidikan di sekolah diberikan dnegan kepercayaan dan
keyakinan bahwa anak-anak dapat dididik, dpat dipengaruhi kelakuannya.
Anak-anak dapat belajar, dapat menguasai sejumlah pengetahuan, mengubah
sikapnya, menerima norma-norma, menguasai sejumlah keterampilan. Soal yang
penting ialah: bagaimana anak itu belajar ? Kalau kita tahu betul bagaimana
proses belajar berlangsung, dalam keadaan yang bagaimana belajar itu memberikan
hasil sebaik-baiknya, maka kurikulum dapat direncanakan dan dilaksanakan dengan
cara seefektif-efektifnya.
3.
Asas Sosiologis
Anak tidak hidup sendiri terisolasi dari manusia lain.
Ia selalu hidup dalam suatu masyarakat. Di situ, ia harus memenuhi tugas-tugas
yang harus dilakukannya dengan penuh tanggung jawab, baik sebagai anak maupun
sebagai orang dewasa kelak. Ia banyak menerima jasa dari masyarakat dan ia
sebaliknya harus menyumbangkan baktinya bagi kemajuan masyarakat.
c)
Asas Organisatoris
Asas ini berkenaan dengan masalah bagaimana bahan
pelajaran akan disajikan. Apakah dalam bentuk mata pelajaran yang
terpisah-pisah, ataukah diusahakan adanya hubungan antara pelajaran yang
diberikan, misalnya dalam bentuk broad field atau bidang studi seperti IPA,
IPS, Bahasa, dan lain-lain. Ataukah diusahakan hubungan secara lebih mendalam
dengan menghapuskan segala batas-batas mata pelajaran (dalam bentuk kurikulum
terpadu). Penganut ilmu jiwa asosiasi akan memilih bentuk organisasi kurikulum
yang berpusat pada mata pelajaran, sedangkan penganut ilmu jiwa gestalt akan
cenderung memilih kurikulum terpadu.
G.
Teori Kurikulm
Teori
kurikulum adalah suatu perangkat pernyataan yang memberikan makna terhadap
kurikulum sekolah, makna tersebut terjadi karena adanya penegasan hubungan
antara unsur-unsur kurikulum, karena adanya petunjuk perkembangan/penggunaan
dan evaluasi kurikulum.
Ada
tiga konsep tentang kurikulum, kurikulum sebagai substansi, sebagai sistem, dan
sebagai bidang studi.
1.
Konsep pertama, kurikulum sebagai suatu substansi :
Suatu kurikulum, dipandang orang sebagai suatu rencana
kegiatan belajar bagi murid-murid di sekolah, atau sebagai suatu perangkat
tujuan yang ingin dicapai. Suatu kurikulum juga dapat menunjuk kepada suatu
dokumen yang berisi rumusan tentang tujuan, bahan ajar, kegiatan
belajar-mengajar, jadwal, dan evaluasi. Suatu kurikulum juga dapat digambarkan
sebagai dokumen tertulis sebagai hasil persetujuan bersama antara para penyusun
kurikulum dan pemegang kebijaksanaan pendidikan dengan masyarakat. Suatu
kurikulum juga dapat mencakup lingkup tertentu, suatu sekolah, suatu kabupaten,
propinsi, ataupun seluruh negara.
2.
Konsep kedua, adalah kurikulum sebagai suatu sistem :
Yaitu sistem kurikulum. Sistem kurikulum merupakan
bagian dari sistem persekolahan, sistem pendidikan, bahkan sistem masyarakat.
Suatu sistem kurikulum mencakup struktur personalia, dan prosedur kerja
bagaimana cara menyusun suatu kurikulum, melaksanakan, mengevaluasi, dan
menyempurnakannya. Hasil dari suatu sistem kurikulum adalah tersusunnya suatu
kurikulum, dan fungsi dari sistem kurikulum adalah bagaimana memelihara
kurikulum agar tetap dinamis.
3. Konsep ketiga, kurikulum sebagai suatu bidang studi :
Yaitu bidang studi kurikulum. Ini merupakan bidang kajian para ahli kurikulum
dan ahli pendidikan dan pengajaran. Tujuan kurikulum sebagai bidang studi
adalah mengembangkan ilmu tentang kurikulum dan sistem kurikulum. Mereka yang
mendalami bidang kurikulum mempelajari konsep-konsep dasar tentang kurikulum.
Melalui studi kepustakaan dan berbagai kegiatan penelitian dan percobaan,
mereka menemukan hal-hal barn yang dapat memperkaya dan memperkuat bidang studi
kurikulum.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar